Seperti penduduk Eskimo misalkan, jika terdapat penduduk muslim di sana yang menemui kesulitan dalam beribadah hingga tidak mengetahui kapan bulan Ramadhan tiba, lalu fajar terbit dan terbenam secara tidak normal, maka mereka dapat menggunakan patokan waktu 24 jam ini atau menggunakan waktu yang berlaku di negara terdekat dari wilayah mereka.
Beginilah hebatnya sebuah mukjizat Rasul. Dapat menjelaskan mengenai perkara yang "kira-kira" akan dibutuhkan oleh umat Islam di masa mendatang, mampu menerangkan secara exact tentang perkara gaib yang belum terjadi. Karena seluruh berita yang dikabarkan Rasulullah tentang masa depan bukanlah berdasarkan prophecies (ramalan) yang bersifat prediktif-spekulatif. Sehingga tingkat akurasinya mencapai titik seratus persen dan pasti akan terjadi.”
Karena saat sekarang jaman satelit, telekomunikasi dan internet maka adalah baik tim rukyah bagaimanapun metoda kreterianya mengikut kepada kiblat atau rukyah dilakukan dari kiblat saja, hanya perlu sedikit tim saja dan hanya butuh berapa menit saja kita akan mengetahui hasilnya pula walau jarak daerah yang jauh, perlulah diingat bahwa zona waktu bumi cuman plus minus 12 jam jarak terjauh bukan selisih selang lebih sehari. Rukyah per daerah masing-masing bisa dilakukan kembali bila kondisi satelit dan komunikasi hilang kembali dimana masing-masing per daerah kehilangan kabar daerah lain/sekitarnya. Pilihannya mana lebih penting persatuan umat dalam hal ini atau pengelompokan-pengelompokan yang saling mengklaim diri benar. Allah SWT, InsyaAllah lebih menyukai persatuan umat dari pada kebenaran per daerah ada tidaknya melihat hilal secara langsung. Dan sekalian juga sudah saatnya pula pusat waktu khusus Islam diadakan di Mekkah. Dan umat Islam tidak sedih melihat kondisi perbedaan sudut pandang agama sekarang ini. Membiarkan hal ini berlarut-larut lebih banyak mudharatnya buat kaum Islam sendiri terutama membuat kebingungan terhadap agama sendiri. Tidakkah kalian belajar dari 2 peristiwa di awal-awal Islam.
cuplikan literatur
Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal,yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.
Pertama,semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”(QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahi bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Kedua,jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi SAW adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”..Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab,maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahlihisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebutbahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orangmengetahui hisab.
Ketiga,dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
Keempat,rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyatpada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang samaada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24 jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
Kelima,jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
Keenam,rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementaradi kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu haridengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung baratitu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistemwaktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita memegangi hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir alKhittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.
Legalisasi Metodologi Rukyah Dan Hisab
Membicarakan metodologi rukyah (dalam konteks Indonesia) tentunya tidak lepas dari organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU). Setiap menjelang bulan puasa dan hari raya, organisasi ini secara konsisten menggunakan metode rukyah sebagai skala prioritasnya, daripada metode hisab. Legalitas metodologi rukyah yang digunakan bertendensi pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 dan banyak Hadis yang secara eksplisit menggunakan redaksi “rukyah” dalam menentukan awal bulan awal puasa dan hari raya. Oleh karena itu –menurut mereka, dengan mengacu pada pendapat mayoritas ulama– hadis mengenai rukyah tersebut mempunyai kapasitas sebagai interpretasi al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 tersebut di atas. Jika bentuk perintah pada redaksi Hadis sekaligus praktek yang dilakukan pada periode nabi telah jelas menggunakan rukyah, mengapa harus menggunakan metode hisab.
Pada kesempatan yang sama, organisasi keagamaan semisal Muhammadiyah bersikeras menggunakan metodologi hisab dan meyakini bahwa metode ini sebagai metode paling relevan yang harus digunakan umat Islam dewasa ini. Argumen ini mengemuka salah satunya mengacu pada aspek akurasi metodologis-nya. Menurut mereka, polusi, pemanasan global dan keterbatasan kemampuan penglihatan manusia juga menyebabkan metode rukyah semakin jauh relevansinya untuk dijadikan acuan penentuan awal bulan.
Semangat al-Qur’an adalah menggunakan hisab, sebagaimana terdapat pada surat al-Rahman ayat 5. Di sana menegaskan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti dan peredarannya itu dapat dihitung dan diteliti. Kapasitas ayat ini bukan hanya bersifat informatif, namun lebih dari itu, ia sebagai motifasi umat Islam untuk melakukan perhitungan gerak matahari dan bulan.
Mengenai redaksi “syahida” dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 itu bukanlah “melihat” sebagai interpretasinya, namun ia bermakna “bersaksi”, meskipun dalam tataran praktis pesaksi samasekali tidak melihat visibilitas hilal (penampakan bulan).Memang, banyak hadis secara eksplisit memerintahkan untuk melakukan rukyah, ketika hendak memasuki bulan Ramadan maupun Syawal. Namun redaksi itu muncul disebabkan kondisi disiplin ilmu astronomi periode nabi berbeda dengan periode sekarang, dimana kajian astronomi sekarang jauh lebih sistematis sekaligus akurasinya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Nabi sendiri dalam sebuah hadisnya menyatakan bahwa: “innâ ummatun ummiyyatun, lâ naktubu wa lâ nahsubu. Al-Syahru hâkadzâ wa hâkadzâ wa asyâra biyadihi”, Artinya: “Kita adalah umat yang ummi, tidak dapat menulis dan berhitung. Bulan itu seperti ini dan seperti ini, (nabi berisyarat dengan menggunakan tangannya)”.Jadi, memprioritaskan metode hisab merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan pada periode nabi.
Dan Akhirnya. Meskipun sulit, namun harapan untuk bersatu itu tidak akan pernah pudar, dan terus harus kita perjuangkan, sebagaimana agama kita satu maka hilalpun satu. - http://gudangmakalahku.b logspot.com/2013/12 /makalah-hisab- dan-rukyat.html
Baru-baru ini di Nusantara, setelah wukuf di hari jumat di Arafah, ada yang berhari raya haji di hari sabtu sama dengan orang-orang yang sedang beribadah haji di Arab Saudi, dengan artian juga mengikuti waktu wukuf dihari jumat yang sama walau dahuluan. Ada pula yang berhari raya dihari minggu.
Yang satu, salah satu dari sekian alasannya, karena sholat jumatnya sama waktunya, waktu yang dipakai real di dunia juga berdasarkan waktu masuk adalah dahuluan di Nusantara. Yang satunya lagi, salah satu dari sekian alasannya karena memaknai dengan caranya tentang sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :“Haji itu ‘Arafah”.Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahlus-Sunan dengan sanad shahih. Bila dianggap waktu adalah lebih dahuluan di Nusantara, maka wukuf-nya kan belum masuk waktunya. Dengan artian setelah ada wukuf di sana (Arafah), barulah Nusantara masuk waktu wukuf-nya (sekedar sebanding perbandingannya).
Sekedar hitungan sekedarnya dan ala kadarnya yang sangat perlu dikritisi lebih lanjut oleh para ahlinya.
*.Pergantian siang malam sebanding bagai melilit surban di kepala diawali dari timur menuju ke barat. Hal real harian.
*.Putaran waktu real bumi adalah 24 jam untuk sehari semalam penuh. Waktu di Nusantara dahuluan (dianggap saja 4 jam) dari pada Mekkah. Hal real harian
*.Sholat jumat di Nusantara sama waktunya sholat jumat di Mekkah (sama-sama hari Jumat) walau Jumat di Nusantara dahuluan. Hal real harian. Sebanding dengan awal hari atau awal bulan dari timur ke barat di +12 jam.
*.Waktu wukuf di Arafah didahulukan, sebanding masuk waktu wukuf di Nusantara belakangan, sebanding dengan awal hari dan awal bulan di Mekkah dahuluan kemudian baru Nusantara (asumsi pada hitungan 24 jam, yaitu 20 jam kemudian barulah masuk di Nusantara).
*.Kabah adalah pusat wilayah bumi juga pusat alam semesta ini, karena ia berada atau diletakkan secara istimewa ditengah/dipusat alam semesta walaupun mungkin saja keberadaannya didalam galaksi hanya disamping sekalipun, ia berada diantara 7 lapis langit dan 7 lapis bumi, Asumsi ini dikuatkan oleh 20 ayat Alqur’an yang menyinggung tentang keantaraan (bainiyyah)yang memisahkan langit dan bumi, ia adalah sesistem tanah diatas air dan darinya bumi diperluas, dibawahnya ada air (dapat dimaknai kemungkinan-kemungkinanya (sekedar cocoklogi, bukan tafsir resmi), antara lain: air zam-zam atau memang ada daerah luas yang berisi air tanah didalam tanahnya atau yang dimaksud adalah didalam bumi, memang ada magma/cairan (liquid) dan juga dapat dimaksud bumi (sebagai benda angkasa) berada di sekeliling air (materi (air) langit / lumpur hitam / sebanding dengan eter/ether (liquid hitam yang kemungkinan dingin (bintang dilempari salju/es, geosentris) / bisa pula bila mau disebandingkan dengan dark metter (materi gelap, heliosentris yang merancukan dan tidak mengakui adanya perhitungan eter dengan menggantinya ke dark metter yang diperhitungkan antah berantah, mementahkan analisis adanya eter), karena dibarat sana, matahari (baca cocokloginya: teori matahari) ini ditenggelamkan didalam lumpur hitam dan memang pula matahari mau tenggelam dimanapun disudut bumi pada mata memandang ini, keberadaannya diluar angkasa dikelilingi lumpur hitam yang serupa pengertian dari materi gelap atau serupa liquid cair rada kental tidak jernih, di timur …. lanjutannya, sebab dalam kisah Zulkarnain ini selain tafsir nyatanya, ada cocoklogi tentang adanya teori/hipotesa penting didalamnya dan juga hal menakutkan, namun dibalik peringatan buruk tentu ada kabar baik dan dibalik kabar kebaikan tentu ada lawan keburukkannya.
*.Dianggap waktu Mekkah adalah waktu patokan (pengganti Greenwich). Kemudian dibagi dua jenis menyesuaikan hal diatas, yaitu :yang pertama, +12 jam (sebagai awal hari/awal bulan), +4 jam (Nusantara), 0 jam (Mekkah) dan –12 jam (akhir hari/akhir bulan) danyang kedua, 0 jam (Mekkah, waktu wukuf/awal hari/awal bulan) diteruskan dihitung 24 jam seharian, 0 jam, +12 jam, +20 jam (waktu Nusantara), +24 jam (akhir hari/akhir bulan).
*.Batasan diantara -12 jam ke +12 jam atau diantara 24 jam ke 0 jam, harus meyakini, dipatok dan ditetapkan batasan jelas pemisah/batasan wilayahnya, bahwa satu diantaranya awal hari/awal bulan dan satu diantaranya akhir hari/akhir bulan sebagai hal multak yang real.
*.Hari wukuf pada hitungan-hitungan sekedarnya ini, diselaraskan pada hitungan ketika hari wukuf di Mekkah terjadi pada hari jumat, ini adalah point penting dalam hitungan ini. Maka kita berpatok wukuf di Arafah dan wukufnya hari jumat, juga akan menyangkut masalah real lapangan antara Jumatan di Nusantara dengan jumatan di Mekkah sebagai asumsi dasar hitungan.
*.Dsb…
1.Asumsi pertama, waktu wukuf harus dihitung mulai dari Mekkah (Arafah) hingga seterusnya selama 24 jam putaran bumi, dianggap waktu berjalan sesuai nama hari dengan berganti versi hitungan hari dan waktu asumsi ini.
Biru : hari jumat (waktu wukuf di Arafah) – selisih 20 jam kemudian, masuk hari jumat untuk wilayah Nusantara.
Jingga : hari sabtu (waktu lebaran Haji di Mekkah (Kabah/Kiblat)) – selisih 20 jam kemudian masuk hari sabtu di Nusantara (sebagian yang berhari raya di hari sabtu di nusantara, hanya berselisih 20 jam (masih dalam batas satu hari satu malam yang 24 jam)
Ungu : hari minggu di Mekkah, mengikuti pergantian waktu, dalam 20 jam kemudian sebagian yang berhari raya di hari minggu di Nusantara, telah berselisih selama 20 jam + 4 Jam + 20 Jam, melebihi jumlah jam pada batasan satu hari yang 24 jam lamanya.
Kelemahan : pertama, waktu telah melebihi 24 jam (satu hari penuh) dan kedua, hari jumat yang selama ini dilakukan di Nusantara yang dahuluan secara versi real waktu yang dipakai di dunia akan dianggap salah, dengan artian sebanding dengan selama ini jumatan di Nusantara adalah hari kamis, bukankah asumsi ini adalah masuknya awal hari mulai dari Mekkah, kecuali waktu real dari dahulu lalu itu ditinggalkan mulai sekarang dan kita harus menyatakan kesalahan dahulu hari kamis dianggap hari jumat.
1.Asumsi kedua, waktu wukuf dihitung ditengah (0) berdasarkan Mekkah sebagai pusat wilayah bumi (berada ditengah bumi), menggantikan Greenwich, dianggap waktu berjalan sesuai nama hari dengan berganti versi hitungan hari dan waktu asumsi ini.
Ke Bag: 3
Muqadimah:
Assalamu'alaikum wr.wb."Amal Ma'ruf nahi Mungkar" adalah Tujuan awal Saya membuat Blog ini.. Tanpa bermaksut Menggurui, ataupun merasa lebih suci.. Saya hanya Berharap banyak Pembaca yg mengambil manfaat dari Blog ini, sehingga menjadi ilmu dan Amal bagi Pembaca dan Jariah Ilmu buat saya. Tapi maaf karena saya bukan Ustad ataupun Kyai, dan karena dangkal nya ilmu Saya, postingan di Blog ini banyak saya ambil Dari Sumber yang lain, yang tentu Ilmu nya Lebih kopenten daripada saya. sekali lagi Semoga bermanfaat. Wassalam... Arief Apriyanto JADWAL WAKTU SHALAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar